DENPASAR – Terorisme merupakan salah satu tindak pidana yang terorganisir dan melintasi batas wilayah antarnegara, sehingga sangat diperlukan dukungan dan kerjasama semua pihak untuk penanganan tindak pidana ini, khususnya dalam hal pemenuhan hak para korban.

Hal inilah yang melatarbelakangi digelarnya pertemuan ketiga, “Jaringan ASEAN untuk Perlindungan Saksi dan Korban” yang diinisiasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban” di Denpasar, Bali, selama dua hari, mulai 12-13 September 2018. Pertemuan ini diikuti delegasi dari negara-negara ASEAN ditambah peninjau dari Australia dan Papua Nugini.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, bangsa yang beradab adalah bangsa yang mau mendengar dan mengambil tindakan terhadap setiap keluhan dan atau penderitaan yang dialami oleh rakyatnya. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka menciptakan rasa aman. 

“Penciptaan rasa aman tidak terjadi tanpa adanya keadilan, dan keadilan tidak akan terwujud tanpa adanya penghormatan terhadap hak asasi manusia,” kata Semendawai saat membuka pertemuan yang dihadiri Kapolda Bali Irjen Pol Petrus Reinhard Galose, Pelaksana Tugas Wakil RI untuk ASEAN, Duta Besar Chilman Arisman serta jajaran wakil ketua dan sekretaris jenderal LPSK.

Menurut Semendawai, sejalan dengan Deklarasi Prinsip-Prinsip Dasar Keadilan Bagi Para Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan (Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa No. 40/34 tertanggal 29 November 1985), negara harus mampu jaminan para korban korban tindak pidana terorisme untuk mendapatkan penggantian segera atas kerugian yang diderita, serta memberikan mereka bantuan medis, psikologis, dan psikososial.

Kapolda Bali Irjen Petrus Reinhard Golose mengakui, paradigma dulu, dalam pengungkapan tindak pidana terorisme, semua perhatian tertuju kepada pelaku. Akibatnya, perhatian terhadap korban menjadi lalai. “Kita berharap dari pertemuan jaringan ASEAN ini dihasilkan sebuah SOP dan rencana kerja dari institusi perlindungan saksi dan korban, khususnya dalam tindak pidana terorisme. Karena di bidang intelijen kontra terorisme, kerja sama seperti ini juga sudah terjalin,” kata Petrus.

Sementara Pelaksana Tugas Wakil RI untuk ASEAN, Duta Besar Chilman Arisman mengatakan, hanya beberapa negara yang mampu merehabilitasi korban kejahatan, termasuk terorisme. Salah satunya seperti yang dilakukan Indonesia melalui LPSK dengan menyerahkan kompensasi bagi korban. Hal ini memberikan pesan kuat pemerintah berdiri bersama korban. “Adanya pergeseran dari fokus ke pelaku ke pemenuhan hak korban diharapkan menjadi praktik terbaik dan menjadi acuan bagi negara lain, khususnya di lingkup Asia Tenggara,” harap dia.

HUMAS LPSK

Selengkapnya: Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban