Pilar Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah bentuk kerja sama untuk memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi di kawasan ASEAN dan dengan kawasan di luar ASEAN

Pilar Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan upaya integrasi ekonomi ASEAN guna mencapai kemakmuran masyarakat yang merata dan berkelanjutan.

(ASEAN Handshake via Shutterstock.com)

Empat Pilar MEA yaitu :

  • Pasar dan basis produksi tunggal;
  • Kawasan ekonomi berdaya saing tinggi;
  • Kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata dan berkeadilan; dan
  • Kawasan yang terintegrasi dengan ekonomi global.

Keempat pilar termuat dalam dokumen Blueprint yang disepakati dalam Pertemuan ke-38 ASEAN Economic Ministers Meeting (AEM) di Kuala Lumpur pada Agustus 2006.

Pada tahun 2015, negara anggota ASEAN telah menyetujui Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN 2025. Cetak Biru MEA 2025 akan terbangun di atas Cetak Biru MEA 2015 yang terdiri dari lima karakteristik yang saling terkait dan saling menguatkan, yaitu: (a) ekonomi yang terpadu dan terintegrasi penuh; (b) ASEAN yang berdaya saing, inovatif, dan dinamis; (c) Peningkatan konektivitas dan kerja sama sektoral; (d) ASEAN yang tangguh, inklusif, serta berorientasi dan berpusat pada masyarakat; dan (e) ASEAN yang global.

Untuk mengimplementasikan Blueprint MEA 2015, ditentukan scorecard yang berisikan deliverables yaitu: 611 langkah aksi kategori Full Scorecard 506 langkah aksi kategori Focused Base.

Sesuai hasil laporan awal Mid-Term Review (MTR) terhadap ASEAN Economic Communty (AEC) Blueprint 2025, Sekretariat ASEAN (ASEC) mencatat terdapat 1900 action lines, yang mana 84% nya telah terimplementasi pada periode 2016 – Q2 tahun 2020. Dari 84% action lines yang telah terimplementasi, sebanyak 43% berstatus “completed” dan 41% lainnya berada dalam berbagai tahapan implementasi.

Berdasarkan data dari ASEC per 6 November 2020, dari total 156 Annual priorities 2020 AEC 2025, baru 55 yang terimplementasi dan 101 prioritas lainnya belum terimplementasi. Dari 101 prioritas yang belum dijalankan, sebanyak 2 prioritas ditarik (withdrawn), 4 prioritas selesai menjelang KTT ASEAN ke-37, dan 13 priorities lain terindikasi baru akan selesai setelah tahun 2020.

MEA 2025 merupakan kelanjutan dari MEA 2015, dan bertujuan untuk membuat ekonomi ASEAN semakin terintegrasi dan kohesif; berdaya saing dan dinamis; peningkatan konektivitas dan kerja sama sektoral; tangguh, inklusif, berorientasi serta berpusat pada masyarakat; serta ASEAN yang global.

Cakupan kerja sama ekonomi ASEAN mencakup bidang perindustrian, perdagangan, investasi, jasa dan transportasi, telekomunikasi, pariwisata, serta keuangan. Selain itu, kerja sama ini mencakup bidang pertanian dan kehutanan, energi dan mineral, serta usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Dapat kita lihat profil perekonomian ASEAN sebagai berikut:

  1. Negara ASEAN kaya akan komoditas sumber daya alam berupa energi, mineral dan tanaman pangan;
  2. Jumlah penduduk ASEAN yang besar, yaitu 655,51 Juta Jiwa (2019), mayoritas adalah usia produktif;
  3. Pertumbuhan ekonomi negara ASEAN relatif tinggi, rata-rata 5% - 6% per tahun.

 

Untuk mendorong kesetaraan pembangunan antarnegara anggota (narrowing the development gap), ASEAN memiliki Initiative for ASEAN Integration (IAI).

IAI bertujuan menciptakan pembangunan yang merata antara ASEAN-6 (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand) dengan CLMV (Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam).

  • Pelaksanaan Initiative for ASEAN Integration: Initiative for ASEAN Integration dilaksanakan dalam bentuk, proyek pelatihan peningkatan kapasitas, bantuan pembangunan lembaga, saran kebijakan, dan studi kelayakan.
  • Pendanaan proyek Initiative for ASEAN Integration: Pelaksanaan proyek pada umumnya mendapat pendanaan dari ASEAN-6, negara mitra wicara, atau lembaga internasional dalam rangka mendukung program IAI.
  • Proyek-proyek Initiative for ASEAN Integration: Pada awalnya proyek Initiative for ASEAN Integration dilaksanakan di bidang ekonomi seperti, pembangunan infrastruktur, SDM, peningkatan kapasitas integrasi kawasan, energi, iklim investasi, pariwisata, pengentasan masyarakat miskin, dan peningkatan kualitas hidup. Dalam perkembangannya, proyek IAI diperluas mencakup bidang politik-keamanan dan sosial budaya.

Di samping itu, atas usulan Indonesia, ASEAN telah menyetujui ASEAN Framework on Equitable Economic Development (AFEED) atau Kerangka Kerja ASEAN mengenai Pembangunan Ekonomi yang Setara. Kerangka kerja tersebut mengedepankan upaya, antara lain, pengurangan kesenjangan pembangunan, penguatan kualitas sumber daya manusia, peningkatan kesejahteraan sosial, pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), dan partisipasi yang lebih luas dalam proses integrasi ASEAN.

Bagi Indonesia, MEA memberikan berbagai kesempatan dan peluang yang harus dipergunakan secara maksimal mengingat adanya potensi jumlah penduduk yang besar dan peningkatan daya beli masyarakat di ASEAN. Integrasi ekonomi kawasan akan membantu antara lain, dalam mengurangi hambatan perdagangan, menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai satu kesatuan basis produksi dan pasar yang potensial bagi masuknya Foreign Direct Investment (FDI) serta peningkatan daya saing nasional.

Indonesia pun akan terus mendorong dan memastikan upaya integrasi ekonomi lebih lanjut di ASEAN guna memberikan keuntungan yang nyata kepada masyarakat di kawasan. Di sisi lain, peningkatan kapasitas dan daya saing nasional untuk meraih peluang dalam MEA juga akan menjadi perhatian serius.

Perdagangan ASEAN

Perdagangan Barang ASEAN

  • Liberalisasi perdagangan ASEAN dimulai sejak terbentuknya ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tahun 1992. Untuk memfasilitasi perdagangan yang lebih lancar, disahkan ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) pada Februari 2009. ASEAN secara keseluruhan telah mengeliminasi 96,01% pos tarif.
  • Negosiasi perdagangan barang ASEAN dilakukan dalam Coordinating Committee on ATIGA (CCA). CCA membahas isu-isu terkait praktik perdagangan barang oleh tiap negara anggota ASEAN dan kesesuaiannya dengan ATIGA, seperti isu transposisi tarif, non-tariff measures (NTMs), dan rules of origin (ROO).
  • AEC 2025 Trade Facilitation Strategic ActionPlan (ATF-SAP) telah diadopsi pada 31st AFTA Council Meeting di bulan September 2017, dengan tujuan untuk merealisasikan target dari mandat AEM yaitu pengurangan biaya transaksi perdagangan sebesar 10% di tahun 2020, dan menggandakan jumlah perdagangan intra-ASEAN antara tahun 2017 dan 2025.
  • Untuk memfasilitasi perdagangan di kawasan, ASEAN telah meluncurkan ASEAN Solutions for Investments, Services, and Trade (ASSIST) yang dapat digunakan secara langsung oleh pelaku usaha untuk menyampaikan keluhan atas Non-Tariff Barriers (NTB) maupun kendala lain yang dihadapi ketika melakukan hubungan bisnis dengan AMS lainnya.
  • ASEAN juga memiliki ASEAN Trade Repository (ATR) yang mengkompilasi National Trade Repository masing-masing AMS. ATR ini berisikan kebijakan dan regulasi AMS terkait perdagangan barang. ASEAN juga telah meluncurkan Tariff Finder yang merupakan mekanisme online untuk mendapatkan informasi terkait preferensi tarif yang masuk dalam skema ATIGA maupun ASEAN+1 Free Trade Agreement (FTA).
  • Untuk ASEAN Single Window, sejak 1 Januari 2018, 5 (lima) negara AMS yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam telah melaksanakan Live Operation e-Form D. Diharapkan agar AMS lain yang belum bergabung dapat mempercepat penyelesaian proses internalnya agar dapat segera bergabung sehingga ASEAN dapat segera mengimplementasikannya secara penuh.
  • Strategic Action Plan (SAP) Trade in Goods (TIG) mengandung outcome untuk meliberalisasi tarif yang belum 0%, berdampak pada produk minuman beralkohol yang masih Indonesia taruh dalam General Exclusion List(GEL) dan produk beras dan gula dalam Highly Sensitive List (HSL). Terdapat keinginan para negara anggota ASEAN untuk review ATIGA guna mengakomodasi MEA 2025.

Sumber: ASEAN Trade Statistics Database
*Aktivitas dengan sesama negara ASEAN

 

Perdagangan Jasa ASEAN

  • Dalam upaya meningkatkan kerja sama ekonomi melalui liberalisasi perdagangan di bidang jasa, negara-negara ASEAN telah menyepakati dan mengesahkan ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) pada tanggal 15 Desember 1995 di Bangkok, Thailand. Sejak disepakatinya AFAS pada tahun 1995, liberalisasi jasa dilakukan melalui negosiasi ditingkat Coordinating Committee on Services (CCS) dalam bentuk paket.
  • Saat ini perundingan perdagangan jasa telah memasuki ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) Package 10. Sementara itu, khusus untuk jasa keuangan dan transportasi udara negosiasinya dilakukan di tingkat Menteri terkait lainnya (Menteri Perhubungan dan Menteri Keuangan). Perundingan liberalisasi jasa keuangan sedang menegosiasikan AFAS 8 sementara jasa transportasi sudah menandatangani AFAS ke-10.Perundingan liberalisasi perdagangan jasa ASEAN digunakan pendekatan positif.
  • Dengan demikian, sektor jasa yang dibuka terbatas pada sektor-sektor yang dikomitmenkan setiap negara. Sektor yang dibuka setiap negara dicantumkan dalam Schedule of Commitment (SOC).
  • Hingga Desember 2017, sudah 5 (lima) negara yang telah memenuhi Paket ke-10 AFAS yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Myanmar, Singapura dan Thailand.
Perpindahan Tenaga Kerja Terampil
  • Pergerakan tenaga kerja terampil di ASEAN diatur melalui Mutual Recognition Agreement (MRA). ASEAN saat ini telah memiliki 8 (delapan) MRA yakni untuk profesi insinyur, arsitek, surveyor, dokter umum, dokter gigi, perwawat, jasa pariwisata dan akuntan.
  • ASEAN juga mengatur pergerakan tenaga kerja profesional lainnya melalui penandatanganan ASEAN Agreement on the Movement of Natural Persons (MNP) pada November 2012. Kesepakatan ini memberikan jaminan hak dan aturan tambahan yang sudah diatur di AFAS tentang MNP dan juga memfasilitasi MNP dalam menjalankan pergdangan dalam jasa dan investasi.
Investasi
  • Kerja sama investasi diliakukan melalui ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) yang telah berlaku (entry into force) sejak 29 Maret 2012. Tujuan utama dari ACIA adalah menciptakan ASEAN sebagai destinasi investasi yang bebas dan terbuka (free and open investment destination) serta transparan, sehingga dapat meningkatkan daya saing dan arus investasi ke kawasan. Indonesia telah meratifikasi ACIA tanggal 8 Agustus 2011 melalui Perpres No. 49 Tahun 2011 tentang Pengesahan ASEAN Comprehensive Investment Agreement.
  • ACIA memuat empat pilar kerja sama investasi ASEAN, yakni liberalisasi, proteksi, fasilitasi, dan promosi. Prinsip utamanya adalah keterbukaan/transparansi, perlakuan yang sama, dan international best practices.
  • Forum kerja sama investasi di ASEAN berada di bawah ASEAN Investment Area (AIA) Council yang merupakan Ministerial Body berada di bawah koordinasi ASEAN Economic Ministers yang bertanggung jawab untuk mengawal implementsi ACIA. Dalam melaksanakan tugasnya AIA dibantu oleh Coordinating Committee on Investment (CCI).
  • Negara-negara anggota ASEAN telah menandatangani 4th Protocol to Amend the ACIA pada 17 Juli 2020. Amandemen ACIA terutama terkait dengan ketentuan tentang Prohibition of Performance Requirements (PPR), Reservation, Headnote dan Work Programme. Indonesia sedang melakukan proses ratifikasi Protokol ke-4. Ratifikasi akan dilakukan melalui Peraturan Presiden (Perpres) seperti halnya perjanjian ACIA yang juga diratifikasi dengan Perpres. Diharapkan ratifikasi akan selesai pada pertengahan 2021.
Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)
  • Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) digagas pada KTT ke-19 ASEAN tahun 2011 pada saat Keketuaan Indonesia, yang merupakan konsolidasi ASEAN Free Trade Agreement + 1 (FTA +1) ke dalam sebuah perjanjian perdagangan bebas di kawasan Asia-Pasifik yang beranggotakan Negara ASEAN dan Australia, India, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Tiongkok. Inisiatif ini disambut baik dan diluncurkan di sela-sela KTT ASEAN ke-21 tahun 2012.
  • Setelah kurang lebih 8 tahun bernegosiasi, pada bulan November 2020, negara-negara peserta RCEP akhirnya berhasil menyepakati seluruh isi perjanjian RCEP yang terdiri dari 20 Chapter, 17 Annexes dan 54 Market Access Schedules dengan aspek cakupan yang sangat luas, mulai dari perdagangan, kekayaan intelektual, UMKM sampai e-commerce.
  • Penandatanganan Perjanjian RCEP dilaksanakan secara virtual oleh para Menteri Ekonomi negara peserta RCEP pada KTT ke-4 RCEP pada tanggal 15 November 2020. Dalam penandatanganan tersebut, Indonesia diwakili oleh Menteri Perdagangan dengan disaksikan oleh Presiden RI dan Menteri Luar Negeri. • Bagi Indonesia, penandatangan perjanjian RCEP ini merupakan sebuah capaian yang sangat tinggi, mengingat selain penggagas pembentukan RCEP, Indonesia adalah Ketua Trade Negotiating Committee (TNC) yang mengkoordinir dan memimpin seluruh kegiatan negosiasi dari awal sampai dengan selesai.
  • Arti penting RCEP bagi kawasan:
    • RCEP menunjukkan komitmen negara-negara di kawasan terhadap prinsip-prinsip perdagangan yang adil, terbuka dan saling menguntungkan.
    • Mendorong ke arah integrasi ekonomi regional, menjaga stabilitas industri dan rantai pasok regional dan global serta menunjukkan dukungan kawasan untuk sistem perdagangan multilateral yang terbuka, inklusif dan berbasis aturan.
    • Dalam konteks upaya pemulihan dari krisis ekonomi terdampak pandemi Covid-19, RCEP membawa harapan dan optimisme baru bagi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi.
    • Perjanjian RCEP memiliki potensi pasar yang sangat besar yang mencakup 15 negara di wilayah Asia Pasifik, dan mencakup: (a) 30,2% GDP dunia, (b) 27,4% perdagangan dunia, (c) 29,8% Foreign Direct Investment (FDI) dunia, dan (e) 29,6% populasi dunia.
  • Bagi Indonesia, keikutsertaan pada RCEP akan membawa dampak positif:
    • Diproyeksikan, manfaat dari RCEP akan dapat dirasakan lima tahun setelah ratifikasi dengan peluang peningkatan ekspor sebesar 8-11% dan investasi sebesar 18-22%. Selain itu, terdapat peluang peningkatan 7,2% ekspor melalui perluasan rantai pasok global.
    • Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam RCEP diproyeksikan tumbuh s.d. 0,26%, dengan peningkatan PDB antara 2021-2032 diperkirakan s.d. 0,05%. Tanpa bergabung dengan RCEP, PDB Indonesia pada periode yang sama diperkirakan turun s.d. 0,07%. Selain itu, PDB kumulatif negara-negara RCEP diproyeksikan meningkat sebesar USD 137 miliar.
    • Data ekspor Indonesia ke 14 negara RCEP pada 5 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan naik sebesar 7.35%. Dari sisi ekspor, total ekspor Indonesia pada tahun 2019 mencakup 56.97% dari total ekspor Indonesia ke seluruh dunia, dengan nilai total USD 95.44 miliar. Dari sisi impor, RCEP mencakup 67.40% dari total impor Indonesia, senilai USD 115.08 miliar.
    • Dari sisi investasi, total aliran investasi (FDI) dari negara-negara RCEP pada tahun 2019 sebesar USD 18 miliar, yang mencakup 66.59% dari total aliran investasi ke Indonesia, dimana Singapura, Tiongkok, Jepang, Malaysia, dan Korea Selatan menjadi sumber investasi utama.
  • 29% aliran investasi ke Indonesia berasal dari negara anggota ASEAN, dimana Singapura, Malaysia, dan Thailand merupakan tiga sumber investor terbesar.
  • 37% aliran investasi ke Indonesia berasal dari Mitra Perdagangan Bebas ASEAN, dimana Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan merupakan tiga sumber investasi terbesar.

 

Master Plan on ASEAN Connectivity (MPAC)
  • ​​Dalam mewujudkan kawasan yang berdaya saing dan juga mendukung proses integrasi kawasan maka aspek konektivitas menjadi salah satu faktor yang penting. Untuk meningkatkan konektivitas antar negara anggota, ASEANtelah menyusun Master Plan on ASEAN Connectivity (MPAC) yang berisikan berbagai proyek dan program pengembangan infrastruktur, kelembagaan, dan hubungan antar masyarakat negara anggota. Saat ini ASEAN mempedomani pembangunan konektivitas dengan dokumen ASEAN Master Plan on Connectivity 2025 sebagai kelanjutan dari MPAC 2010.  ASEAN juga membentuk ASEAN Infrastructure Fund (AIF) atau Dana Infrastruktur ASEAN (DIA) untuk menunjang konektivitas antar negara anggota ASEAN.
  • MPAC 2025 memiliki 15 (lima belas) Project Initiatives dan terbagi atas tiga pilar, meliputi: Physical Connectivity; Institutional Connectivity; People-to-People Connectivity; dan lima strategic areas, yakni Sustainable Infrastructure, Digital Innovation, Seamless Logistics, Regulatory Excellence, dan People Mobility.
  • Lima Strategic Area yang menjadi fokus agenda Master Plan of ASEAN Connectivity 2025, yaitu:

⇒Sustainable Infrastructure

Tujuan dari strategi ini adalah untuk mengkoordinasikan sumber daya untuk mendukung seluruh siklus proyek infrastruktur di ASEAN, termasuk persiapan proyek, peningkatan produktivitas infrastruktur, dan capacity building. Strategi ini juga mencakup pertukaran pengetahuan mengenai model “smart urbanization” di negara-negara anggota ASEAN yang secara bersamaan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan kualitas hidup yang baik.

Dengan terciptanya peningkatan produktifitas infrastruktur dapat mengurangi kebutuhan pembangunan infrastruktur senesar USD44 - USD74 miliar setiap tahunnya.

⇒Digital Innovation

Nilai teknologi digital di ASEAN berpotensi mencapai US$ 625 miliar pada tahun 2030 (atau sekitar 8 persen dari perkiraan GDP ASEAN tahun 2030), yang berasal dari peningkatan efisiensi, produk dan jasa baru, dan lain-lain. Dalam rangka merealisasikan potensi tersebut, dibutuhkan penyusunan kerangka regulasi layanan jasa digital baru (seperti manajemen data dan jasa keuangan digital); pertukaran best practices untuk open data; dan peningkatan akses teknologi digital oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

⇒Seamless Logistics

Kemajuan konektivitas ASEAN memerlukan sistem logistik yang baik. Meskipun demikian, efisiensi logistik belum meningkat pada kecepatan yang ditargetkan oleh MPAC sebelumnya, dimana efisiensi tersebut diukur dari lamanya waktu transportasi dan biaya transportasi di kawasan. Salah satu tantangan dasar adalah permasalahan koordinasi antar instansi pemerintah dan kurangnya pertukaran best practice.

Oleh karena itu, terdapat kesempatan untuk menciptakan mekanisme yang mendukung kolaborasi lebih baik di antara perusahaan logistik, institusi pendidikan, dan negara-negara anggota ASEAN. Mekanisme tersebut dapat membantu (1) mengidentifikasi bottlenecks di wilayah-wilayah kunci supply chain kawasan; (2) mengumpulkan dan bertukar best practices tentang bagaimana mengatasi permasalahan-permasalahan di kawasan; dan (3) mengidentifikasi area kebijakan penting yang membutuhkan perhatian lebih lanjut.

⇒Regulatory Excellence

Terdapat kebutuhan untuk menanamkan good regulatory practice (GRP) dalam persiapan, penerapan, dan implementasi peraturan, regulasi, dan prosedur di kawasan. Tujuan strategi ini adalah untuk mendukung implementasi kebijakan kunci pada agenda konektivitas ASEAN, terutama pada harmonisasi standar, pengakuan bersama dan regulasi teknis, serta penanganan distorsi perdagangan non-tarif.

⇒People Mobility

Warga negara ASEAN bebas bepergian di dalam kawasan. Meskipun demikian, masih ada peluang-peluang untuk meningkatkan mobilitas di ASEAN. Peluang-peluang tersebut termasuk memfasilitasi perjalanan wisata dengan mengatasi kurangnya informasi mengenai opsi perjalanan. Selain itu, terdapat peluang untuk memperkuat mobilitas keterampilan di kawasan dengan menyusun kerangka kualifikasi pada pekerjaan kejuruan yang penting, serta untuk mendorong mobilitas antar pelajar universitas di ASEAN.

Melalui implementasi dari rencana aksi MPAC 2025, diharapkan ASEAN dapat meningkatkan konektivitasnya yang akan memberikan dampak penguatan terhadap pembangunan ekonomi kawasan dan menjadikan ASEAN sebagai pemain global yang berdaya saing tinggi dengan didukung fasilitas dan infrastruktur yang memadai.

Pariwisata
  • Kerja sama pariwisata ASEAN dimulai tahun 2002 melalui penandatanganan ASEAN Tourism Agreement untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke ASEAN. Melalui ASEAN Tourism Strategic Plan (ATSP) 2016-2025, ASEAN mengembangkan sebuah strategi yang berfokus pada pengembangan pariwisata regional yang berkualitas, berkelanjutan, kompetitif, dan inklusif, melalui penerapan inisiatif di bidang marketing, pengembangan produk, dan kualitas pariwisata; peningkatan investasi, fasilitasi perjalanan, keamanan, dan komunikasi; serta mengatasi kelemahan kebijakan di berbagai area. Pengembangan kerja sama pariwisata ASEAN juga melibatkan mitra wicara, badan sektoral, ASEAN centers, organisasi internasional, dan mitra lainnya.
  • Untuk menunjang implementasi ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Tourism Profesional (ASEAN MRA-TP), ASEAN sepakat untuk mendirikan ASEAN Regional Secretariat for the Implementation of the MRA-TP. Regional Sekretariat ini disahkan melalui Agreement on the Establishment of the ASEAN Regional Secretariat on the Implementation of MRA TP ditandatangani oleh Para Menteri Pariwisata ASEAN pada 30 Desember 2015.
  • Tugas kunci regional sekretariat adalah untuk memudahkan akses tourism professional pada pendaftaran job opportunities termasik memfasilitasi job-matching antara tourism professional dengan prospective employers melalui di ASEAN Tourism Professional Registration System (ATPRS).
  • Perjanjian pendirian Regional Sekretariat diratifikasi melalui Perpres Nomor 61 Tahun 2017. ASEAN menyepakati Indonesia sebagai host country dari Regional Sekretariat ini.
Kerja Sama Ekonomi ASEAN dengan Mitra Eksternal
  • ASEAN memiliki kerja sama ekonomi dengan pihak eksternal yang diwujudkan dalam ASEAN+1 Free Trade Area Partners (AFPs), yakni perdagangan bebas dengan Tiongkok (RRT), Jepang, Korea Selatan, Australia dan Selandia Baru, serta India. Sedangkan FTA antara ASEAN dan Hong Kong telah selesai dinegosiasikan pada tahun 2017.
  • Indonesia akan terus memastikan agar perjanjian perdagangan bebas dapat mendorong keterlibatan perusahaan dan produk Indonesia dalam mata rantai global (global value chain).
  • Indonesia akan terus mendorong agar perjanjian perdagangan bebas juga memberikan nilai tambah kepada UMKM Indonesia, melalui kerja sama teknis dan program peningkatan kapasitas untuk meningkatkan daya saing mereka.
UMKM
  • Pembahasan kerja sama UMKM di ASEAN berada dibawah forum ASEAN Coordinating Committee on Micro, Small, and Medium Enterprises (ACCMSME) . Forum kerja sama tersebut menjembatani sinergi dan integrasi program-program kerja di level ASEAN dengan program kerja nasional, khusunya dalam pengembangan UMKM. Pelaksanaannya mengacu pada Rencana Aksi Strategis Pengembangan UMKM ASEAN (Strategic Action Plan on SMEs Development). Partisipasi Kementerian Koperasi dan UKM dalam ACCMSME diwujudkan melalui keterlibatan dalam kegiatan dan program-program pengembangan UMKM yang diimplementasikan di negara anggota ASEAN, yang mengacu pada Rencana Aksi Strategis Pengembangan UMKM ASEAN atau ASEAN Strategic Action Plan on SMEs Development.
  • Beberapa capaian dan program yang dijalankan oleh ACCMSME adalah:

→ASEAN SME Online Academy

Pada 2016 ASEAN bekerja sama dengan USAID ddan US-ABC meluncurkan ASEAN SME Academy (www.asean-sme-ademy.org), sebuah platform pelatihan berbasis online yang diperuntukkan bagi UKM khususnya di kawasan ASEAN. Tujuan dari platform ini adalah untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan UKM dalam mendapatkan akses keuangan, akses pasar, dan informasi mengenai teknologi dan inovasi, dengan harapan dapat dimanfaatkan secara langsung oleh UKM.

ASEAN SME Academy menyediakan berbagai jenis informasi, modul, pelatihan dan mentorship yang ditawarkan dari 500 perusahaan berguna untuk pengembangan bisnis yang relevan dengan kebutuhan UKM, seperti informasi akses keuangan, program-program perusahaan dan jaringan yang dapat diakses secara langsung oleh UKM. Pelaksanaannya di Indonesia diintegrasikan dengan Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) guna menyebarluaskan informasi mengenai ASEAN SME Academy serta membantu dan membimbing UKM dalam menggunakan/mengakses ASEAN SME Academy bagi para pelaku UKM yang berada di bawah bimbingannya di daerah masing-masing.

→ASEAN SME Service Center (SME Portal)

ASEAN   SME   Service   Center (SME Portal) (www.aseansme.org) merupakan sebuah website yang dibuat sebagai portal layanan untuk memperluas akses informasi terintegrasi bagi UKM di ASEAN. Layanan yang dapat diakses dalam portal   tersebut   antara   lain   layanan   keuangan, investasi, sales   &   marketing, peningkatan kualitas, research & technology (R&D), science & technology, peningkatan kapasitas, perizinan, pendaftaran & perizinan, dsb. Selain itu terdapat pula layanan informasi mengenai Free Trade Area (FTA), konsultasi, pameran, berita, serta layanan dan informasi dan kegiatan lainnya yang ada di setiap negara anggota ASEAN. Selain itu terdapat direktori yang dapat dimanfaatkan sebagai media pemasaran produk- produk UKM, di mana para UKM dapat memasarkan produknya melalui portal tersebut

ASEAN SME Portal ini tidak hanya dapat dimanfaatkan oleh UKM namun juga bagi pemerintah, pihak swasta, dan lembaga maupun organisasi lainnya dalam menyeberluaskan informasi mengenai program, layanan dan kegiatan yang dilakukan yang bermanfaat bagi UKM. Berbagai jenis layanan dukungan UKM yang dibuat oleh penyedia layanan UKM dimuat dalam suatu laman yang berisi layanan-layanan yang dapat diakses oleh seluruh UKM dari 10 negara anggota ASEAN yang telah terdaftar di portal tersebut. UKM yang ingin mengakses layanan dapat mencari jenis layanan yang sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.

→ASEAN Business Incubator Network (ABINet)

ASEAN Business Incubator Network (ABINet) merupakan proyek kerja sama ASEAN dan Jepang, dengan sumber pendanaan bersal dari JAIF. Tujuan utama dari proyek ini adalah mengembangkan pusat-pusat inkubator bisnis dan teknologi untuk peningkatan kapasitas dan daya saing UMKM di ASEAN.

Project ini dilaksanakan sejak pertengahan tahun 2018 hingga 2020. Indonesia dalam hal ini Kemenreian Koperasi dan UKM bersama Asosiasi Inkubator Bisnis Indonesia (AIBI) menjadi koordinator untuk program ABINet.

Program yang diselenggarakan meliputi: (1) Implementasi ASEAN Model Business Incubation, (2) Pengembangan database informasi mengenai UMKM dan Inkubaor, (3) Menyelenggarakan business matching bagi UKM yang diinkubasi, (4) Melaksanakan program co-incubation ASEAN, (5) Mengadopsi program virtual business incubation, dan (6) Mengidentifikasi pakar/ahli inkubator UKM yang dapat dimanfaatkan oleh inkubator ASEAN

Project ini menjadi upaya konkrit dalam mengembangkan dan mengoptimalkan peran serta fungsi inkubator bisnis dalam menjalankan program inkubasi bagi UKM, yang nantinya akan berdampak pada peningkatan kapasitas dan daya saing UKM yang lebih tinggi di ASEAN dalam rangka menuju ASEAN Economic Community.

→ASEAN Mentorship for Entrepreneurs Network (AMEN)

Merupakan program jaringan mentor bisnis ASEAN yang melibatkan private sector dan pemerintah. Program ini diinisiasi oleh Filipina yang akan diimplementasikan di seluruh AMS. Pada 2019 lalu telah dilaksanakan tahap 1 implementasinya di Filipina, Indonesia, dan Malaysia sebagai pilot project. Selanjutnya tahap 2 diselenggarakan sepanjang 2020-2021.

Project ini bertujuan untuk meningkatan kapasitas UMKM melalui program capacity building dengan bimbingan dari sejumlah mentor UKM dari ASEAN.Program mentorship ini tidak hanya diharapkan untuk dapat mencetak mentor UKM yang handal dan berkualifikasi namun juga dapat membuka kesempatan bagi UMKM untuk mendapatkan akses terhadap pasar global dan menjalin business networking di antara UMKM di ASEAN.

Pertanian
  • Indonesia berpandangan bahwa isu ketahanan pangan di ASEAN merupakan hal penting untuk human security dalam artian luas, menjaga stabilitas dan menopang pertumbuhan ekonomi yang tinggi di kawasan. Untuk itu kerja sama sektor pertanian dengan negara-negara anggota ASEAN menjadi mutlak diperlukan.
  • Kerja sama sektor pertanian dan kehutanan di ASEAN berada dalam lingkup ASEAN Ministers Meeting on Agriculture and Forestry (AMAF) yang rutin diselenggarakan setiap tahun. Sedangkan implementasi kerja sama sektor pertanian dan kehutanan ASEAN secara umum telah tertuang dalam Strategic Plan of Action on ASEAN Cooperation in Food, Agriculture and Forestry, yang saat ini berada pada periode 2021-2025.
  • Indonesia telah turut menjadi pelopor berbagai kemajuan dan capaian kerjasama untuk mewujudkan ketahanan pangan di kawasan, termasuk dalam pemajuan skema ASEAN Food Security Information System (AFSIS), ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserves (APTERR) dan skema lainnya. Isu ketahanan pangan menjadi semakin relevan, utamanya dalam konteks pandemi COVID-19 dan perubahan iklim yang mengganggu rantai-pasok bahan pangan penting di kawasan.
  • Selain menjamin ketahanan pangan dalam negeri secara mandiri, Indonesia akan terus meningkatkan kapasitas mekanisme yang telah ada di ASEAN dalam bidang ketahanan pangan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan visi MEA 2025 yakni untuk menciptakan masyarakat ASEAN yang dinamis dan kompetitif serta inklusif dan setara (equitable).
  • Dalam kerangka AMAF, Indonesia juga turut aktif berkontribusi untuk mendukung program-program nasional di sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, terutama terkait dengan prioritas Pemerintah Republik Indonesia (Pemri) : Ketahanan Pangan, Air, Energi dan Lingkungan Hidup; serta Menciptakan Nilai Tambah Ekonomi dan Kesempatan Kerja. Indonesia juga mengupayakan praktik perdagangan global produk/komoditi pertanian dan kehutanan yang adil dan berkelanjutan, seperti sawit dan vegetable oils.
Energi
  • ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC) 2016-2025 menjadi landasan utama kerja sama energi ASEAN 2010-2015, sebagai kelanjutan dari rencana aksi kerjasama energi ASEAN sebelumnya yakni APAEC 1999-2004, APAEC 2004-2009, dan  APAEC 2010-2015. Adapun APAEC 2016-2025 terbagi dalam Phase I : 2016 – 2020 dan Phase II : 2021-2025. Di ASEAN, kerja sama sektor energi dibahas dalam kerangka ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM) yang rutin diselenggarakan setiap tahunnya. 
  • APAEC 2016-2025 yang bertema “Enhancing Energy Connectivity and Market Integration in ASEAN to Achieve Energy Security, Accessibility, Affordability and Sustainability for All”, memiliki 7 (tujuh) area kerjasama yakni : ASEAN Power Grid (APG), Trans ASEAN Gas Pipeline (TAGP), pemajuan penggunaan Clean-Coal Technology (CCT), efisiensi dan konservasi (Energy Efficiency & Conservation / EE&C), energi baru dan terbarukan (EBT), Civilian Nuclear Energy dan Regional Energy Policy and Planning. Dua Target utama APAEC  2016-2025 adalah: (a) meningkatkan porsi / share EBT hingga 35% dari total kapasitas penyediaan energi primer pada tahun 2025, serta (b) mengurangi Energy Intensity (EI-tingkat inefisiensi energi suatu ekonomi) hingga 32% pada tahun 2025 berbasis level tahun 2005.
  • Kerja sama sektor energi di kawasan ASEAN bagi Indonesia membawa manfaat antara lain : Pemanfaatan ASEAN Power Grid dan Trans ASEAN Gas Pipelines dalam mendukung konektivitas kawasan dan ketahanan energi, sekaligus meraih manfaat ekonomi dari perdagangan energi di kawasan,  dukungan bagi promosi Clean Coal Technology pada pembangkit tenaga listrik, sekaligus menyadarkan masyarakat akan tersedianya teknologi pengolahan batu bara yang bersih dan ramah lingkungan, dan dukungan kerja sama dalam pengembangan energi baru terbarukan secara nasional.
  • Di bidang ketahanan energi, ASEAN mengembangkan kerja sama termasuk dengan para negara / organisasi Mitra dalam bentuk saling berbagi best practices serta perkembangan kebijakan terkait dengan ketahanan energi di kawasan pada sektor oil, coal, liquid natural gas (LNG) dan civilian energy nuclear yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan energi yang berkesinambungan.
  • Dalam pengembangan kerja sama energi di masa depan, ASEAN akan lebih fokus pada upaya meningkatkan kontribusi kerja sama sektor energi dalam membantu tercapainya keseluruhan sasaran Komunitas ASEAN, termasuk respon pemulihan ekonomi dari dampak pandemi COVID-19, pembangunan berkesinambungan (sustainable), konektivitas energi, dan integrasi pasar dalam upaya mencapai Energy Security, Accessibility, Affordability and Sustainability for All. Dengan kata lain, ASEAN berharap untuk mempromosikan transisi energi, ketahanan energi dan pertumbuhan yang inklusif.
Mineral
  • Selain kerja sama di sektor energi, ASEAN juga menjalin kerja sama di sektor mineral. Kerja sama sektor mineral ASEAN dibahas dalam ASEAN Ministerals Meeting on Minerals (AMMin) yang diselenggarakan setiap 2 (dua) tahun sekali. Implementasi kerja sama sektor mineral ASEAN berada dalam ASEAN Minerals Cooperation Action Plan 2016-2025 (AMCAP III), yang terdiri dari Phase I : 2016-2020 dan Phase II : 2021-2025. AMCAP III bertujuan untuk mempromosikan pengembangan mineral yang berkelanutan (sustainable), baik secara sosial maupun untuk lingkungan.
  • AMCAP III tersebut terdiri dari 4 area strategis, yaitu : 1) Fasilitasi dan meningkatkan perdagangan serta investasi mineral; 2) Promosi pengembangan sektor mineral yang berkelanjutan/sustainable, baik secara sosial maupun untuk lingkungan; 3) Memperkuat kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan sektor mineral di ASEAN; dan 4) Menata database mineral ASEAN agar tetap efisien dan terkini / up-to-date dalam upaya mencapai integrasi Masyarakat Ekonomi ASEAN di sektor mineral.
  • Fokus utama kerja sama sektor mineral ASEAN adalah dalam mempromosikan perdagangan dan investasi sektor mineral, memperkuat kerja sama dalam pengembangan kapasitas dan pengembangan sektor mineral secara berkelanjutan. Khususnya dalam rangka transisi energi menuju low carbon economy dan Revolusi Industri 4.0. Sejak merebaknya pandemi COVID-19, kerja sama sektor mineral ASEAN bersama dengan sektor energi, ikut ditujukan dalam memberikan kontribusi pada upaya pemulihan ekonomi dari dampak pandemi COVID-19.
Teknologi Informasi dan Telekomunikasi
  • Pertemuan 1st Telecommunications and Information Technology Senior Officials Meeting (TELSOM) pada Mei 2000 dan pertemuan 1st Telecommunication and Information Technology Minister (TELMIN) pada Juli 2001 menandai dimulainya kerjasama ASEAN di bidang ICT.
  • Pertemuan TELMIN ke-19 di Vientiane, Laos bulan November 2019 telah menyetujui perubahan nama pertemuan menjadi ASEAN Digital Ministers (ADGMIN) untuk lebih merefleksikan peran Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai penggerak transformasi digital untuk berbagai sektor.
  • Dalam pertemuan tersebut telah disetujui pula konsep tujuan strategis (strategic thrusts) untuk ASEAN Digital Masterplan (ADGM) 2021-2025, yaitu: (i) Digital Connectivity and Infrastructure; (ii) Digital Transformation; (iii) Resilience, Trust and Security; (iv) Digital Policy, Regulation and Standards; (v) Digital transformation of traditional sectors; (vi) Fair and competitive digital market; (vii) Secure and trusted digital environment; (viii) Cooperation and Collaboration.
  • Indonesia mendukung 4 inisiatif kunci pada ASEAN Framework on Digital Data Governance (DDG) yang merupakan hal utama yang harus disepakati bagi pengembangan ekonomi digital lebih lanjut di kawasan yaitu: i. ASEAN Cross-Border Data Flow (CBDF); ii. ASEAN Data Protection and Privacy Forum (ADPPF); iii. ASEAN Data Classification; dan iv. ASEAN Digital Innovation Forum.
E-Commerce
  • Pertemuan 3rd ASEAN Informal Summit pada November 1999 menyepakati pembentukan e-ASEAN Framework Agreement guna menunjang pelaksanaan perdagangan bebas di sektor information and communication technology (ICT). Tujuan e-ASEAN Agreement adalah (a) meningkatkan daya saing di bidang ICT, (b) meminimalisir kesenjangan digital, (c) meningkatkan kerja sama antara pemerintah dan swasta, dan (d) mengembangkan infrastruktur ICT di ASEAN.
  • Cetak Biru pilar Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2025 menyatakan bahwa  ASEAN berkomitmen untuk mengintensifkan kerja sama ­e-commerce sebagai bentuk tindak lanjut kerangka kerja e-ASEAN guna memfasilitasi perdagangan elektronik lintas batas dan mengoptimalkan ekonomi digital di ASEAN.
  • ASEAN Agreement on E-commerce ditandatangani oleh seluruh ASEAN Member States pada tanggal 21 Januari 2019 sebagai bentuk capaian implementasi AWPEC 2017-2025. Pertemuan AEC Council ke-17 pada November 2018 mencatat komitmen AMS melalui perjanjian ini untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan e-commerce utamanya terkait penguatan peraturan e-commerce dan peningkatan konektivitas digital.
  • Indonesia mendukung agar kerja sama e-commerce di ASEAN ini dapat mendorong optimalisasi ekonomi digital guna memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi para pelaku usaha, khususnya pelaku UMKM, dengan memperhatikan aspek perlindungan konsumen.
Standardisasi Perdagangan
  • Dengan berlakunya pasar bebas ASEAN Free Trade Area (AFTA) maka langkah selanjutnya adalah melakukan upaya kolektif untuk mengurangi/menghilangkan hambatan teknis perdagangan intra-ASEAN di sektor produk/barang.
  • ASEAN Consultative Committee on Standards and Quality dibentuk untuk mengembangkan kebijakan akreditasi dan penilaian kesesuaian dan memperkuat infrastruktur teknis dari negara-negara anggota berdasarkan standar internasional yang berlaku dan/atau panduan dalam rangka mencapai pengakuan oleh badan-badan yang relevan di tingkat internasional, regional dan nasional .
  • ACCSQ memainkan peran penting untuk memfasilitasi pelaksanaan saling pengakuan laporan pengujian dan sertifikasi di Pasar Tunggal ASEAN melalui peningkatan kompetensi lembaga penilaian kesesuaian di negara-negara anggota ASEAN.
Keamanan Produk Kosmetik
  • ASEAN merupakan suatu kawasan yang sangat strategis dan mempunyai potensi pasar, khususnya pasar kosmetik, yang sangat besar yaitu kira-kira 500 juta penduduk. Pasar ASEAN yang besar ini menarik bagi regional-regional lain seperti Eropa, Amerika maupun Australia untuk memasarkan produknya di negara-negara ASEAN.  Kesepakatan mengenai harmonisasi ASEAN di bidang kosmetik dicapai pada tanggal 2 September 2003 yaitu dengan ditandatanganinya ASEAN Harmonized Cosmetic Regulatory Scheme (AHCRS) oleh 10 wakil negara anggota ASEAN, dan persetujuan untuk mengimplementasikan ASEAN Cosmetic Directive/ACD (Schedule B) diterapkan pada 1 Januari 2008.
  • Dengan ditandatanganinya AHCRS maka ASEAN Cosmetic Committee (ACC) bertugas dan bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan, mengkaji serta memonitor persiapan dan penerapan AHCRS. Dalam melakukan kajian ilmiah terhadap bahan baku kosmetik, ACC dibantu oleh ASEAN Cosmetic Scientific Body (ACSB) yang beranggotakan pakar-pakar di bidang kosmetik dari seluruh negara anggota ASEAN. Adapun tugas-tugas ACSB adalah sebagai berikut : tukar-menukar informasi sehubungan dengan pengaturan bahan kosmetik termasuk yang tercantum dalam ASEAN Handbook (AHB), mengkaji data keamanan bahan baku serta masalah teknis lain dan membuat rekomendasi untuk diputuskan oleh ACC.
  • Persiapan yang sangat penting bagi industri kosmetik adalah memproduksi kosmetik dengan menerapkan prinsip-prinsip Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB). Dengan menerapkan CPKB dalam proses produksi diharapkan dihasilkan produk yang berkualitas dan berdaya saing tinggi sehingga bisa unggul di pasar ASEAN maupun global.