REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-34 yang dihelat di Bangkok, Thailand, pada Ahad (23/6), diharapkan membahas tentang proses repatriasi Rohingya dan sengketa klaim Laut Cina Selatan. Dua isu tersebut menjadi masalah regional yang dinilai patut memperoleh perhatian dari para pemimpin ASEAN.

Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah telah menyerukan agar para pelaku pembantaian Rohingya di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, diadili. Dia memperingatkan agar proses repatriasi dapat mengakomodasi kebutuhan para pengungsi.

Dalam hal ini, Saifuddin menekankan tentang pentingnya status kewarganegaraan untuk mereka. “Proses repatriasi harus mencakup kewarganegaraan Rohingya,” ujarnya. Mantan Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa menilai masalah Rohingya adalah ujian utama bagi kemampuan ASEAN. Ia harus mampu mewujudkan jargon ASEAN sebagai “One Caring and Sharing Community”.

“Perkembangan di Myanmar memberikan tes lakmus untuk kapasitas ASEAN mengelola perkembangan di salah satu negara anggotanya yang memiliki konsekuensi yang lebih luas bagi kawasan ini dan bahkan di luar,” kata Marty. Selain Rohingya, ASEAN juga menghadapi tantangan lain, yakni perihal sengketa klaim di Laut Cina Selatan. Hampir seluruh wilayah perairan strategis itu diketahui telah diklaim Cina sebagai bagian dari teritorialnya.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Thiland Busadee Santipitaks berharap terdapat kemajuan yang dibuat dalam penanganan perselisihan klaim Laut Cina Selatan antara Cina dan beberapa negara ASEAN. “Negara-negara tersebut membuat beberapa kemajuan dalam draf negosiasi Code of Conduct (Kode Etik) untuk Laut Cina Selatan yang disengketakan dan kemungkinan akan menyelesaikan pembacaan pertama pada akhir tahun ini,” ucapnya.