KBRN, Jakarta : Di  tengah  ketidakpastian  global  saat  ini,  satu-satunya  pilihan ASEAN adalah  tetap  bekerja  sama  dan  membina  hubungan  kerja  sama  agar  semakin  solid.  Hal  ini disampaikan  Staf  Khusus  Mendag  Bidang  Isu-isu  Strategis  Perdagangan  Internasional,Lili  Yan  Ingdalam acara the 12thASEAN and Asia Forum (AAF) di Singapura,pada Jumat (29/8/2019). 

Acara tersebut mengangkat  tema  "The  Sino-American  Conflict  and  ASEAN:  Surviving,  Transforming,  Suceeding".Dalam paparannya, Lilimembahas respons ASEAN dan strategi indonesia di tengah ketidakpastian global." ASEAN   kini   mengalami   ketidakpastian   baik   dari   sisi   politik   maupun   ekonomi   akibat   dari memanasnya  hubungan  dagang  AS-China.  Di  sisi  ekonomi,  perang  dagang  AS-China  juga  telah mempengaruhi supply  chainsdan  sentimen  dunia  usaha  bahkan  menambah  kekhawatiran  akan adanya  kebuntuan  melampaui  urusan  dagang  dan  teknologi.  

Di  tengah  kondisi  seperti  saat  ini, ASEAN tidak memiliki pilihan lain kecuali untuk tetap bersama, tentunya dengan ditopang ekonomi domestik yang kuat,"jelas Lili. Turut  hadir dalam  pertemuantersebut,  Menteri  Perdagangan  dan  Industri  Singapura,  Chan Chun Sing, Selasa (3/9/2019).   

Mendag   Chan   menyampaikan,   ASEAN   harus   mempertahankan   sekaligus   memperkuat sentralitas sebagai kawasan. Selain itu, ASEAN harus melipatgandakan upaya untuk menjadi mitra ekonomi yang giat dan atraktif. Menurut  Chan,  yang  menjadi  komposisi  kunci  untuk  mewujudkan  sentralitas  ASEAN  adalah koherensi,  komitmen,  kepercayaan  diri,  dan  konsistensi.  

Penting  untuk  negara-negara  anggota ASEAN untuk menghindari kebijakan yang populis dan menekan.Lili juga menyampaikan, masing-masing negara ASEAN meningkatkan kapasitas sektor manufaktur dengan  mempertahankan  (atau  meningkatkan)  kontribusi  paling  sedikit  25persendari produk domestik  bruto (PDB).  

Selain  itu,  80  persen  dari  total  angkatan  kerja  di  ASEAN  adalah  lulusan sekolah  menengah.  Sementara  itu,  negara-negara  seperti  Jerman,  Jepang,  dan  Korea  Selatan mempertahan  sektor  manufaktur  lebih  dari  20  persen  dari  PDB  karena  sektor  manufaktur  dapat memberikan  sumber  pendapatan  yang  relatif  stabil  bagi  mayoritas  penduduk  dan  juga  sumber inovasi. 

Untuk  itu, lanjutnya, perdagangan  intraASEAN  perlu  ditingkatkan dalammeningkatkan economies of  scale  of  production  sehinggabisa tap  opportunitiesnegara  mitra  dagang  utama  di  Asia,yaitu Chinadan  India. “ASEAN  perlu  memanfaatkan  potensi  ini  dengan  simplifikasi rules  of  origin dan streamliningnontariff measures,”jelas Lili dalam pemaparannya.

Di  awal  paparannya,  Lili  mengemukankan  tantangan  perdagangan  ekonomi  dunia. Pertama, meningkatnya antiglobalisasi. Di kawasan G20, dalam kurun waktu Oktober 2018 hingga Mei 2019, import   restrictive   measuresmeningkat   3,5   kali   lipat   dibanding   rata-rata   jumlah restrictive measuressejak  Mei  2012.