Jakarta: Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN pada Jumat pekan kemarin menghasilkan kesepakatan untuk tidak mengundang pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, ke Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang dijadwalkan berlangsung secara virtual pada 26-28 Oktober 2021. Keputusan tersebut cukup mengejutkan karena selama ini ASEAN dikenal sebagai organisasi yang menerapkan skema konsensus, bukan sistem voting suara terbanyak.
 
Keputusan terbaru pekan kemarin sudah jelas tidak melibatkan Myanmar. Padahal, Myanmar masih merupakan anggota ASEAN. Kudeta militer pada 1 Februari lalu tidak serta-merta membuat Myanmar keluar dari keanggotaan ASEAN.
 
Lantas, mengapa keputusan kemarin bisa tercapai walau secara teknis hanya 9 dari 10 menlu ASEAN yang menyepakatinya? Mungkin alasannya karena Myanmar untuk saat ini tidak memiliki perwakilan resmi di ASEAN. Mungkin Menlu Myanmar yang ditunjuk junta, U Wunna Maung Lwin, dianggap ASEAN tidak mewakili masyarakat Myanmar secara keseluruhan. Hal ini sebenarnya sudah terlihat saat Menlu Retno Marsudi dan Menlu Thailand Don Pramudwinai bertemu dengan U Wunna Maung Lwin di Bangkok pada 24 Februari. Kala itu, Menlu Retno hanya menyebut nama U Wunna tanpa menyertakan gelar apapun di depannya.