BANGKOK - Sejumlah kelompok hak asasi manusia (HAM) menyeru para pemimpin Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) memikirkan kembali pendekatan mereka pada krisis pengungsi Rohingya. Seruan itu muncul menjelang konferensi tingkat tinggi (KTT) ASEAN di Bangkok pekan ini. Myanmar menganggap Rohingya sebagai migran ilegal dari subbenua India dan menempatkan puluhan ribu Rohingya di kamp-kamp di Rakhine sejak kekerasan terjadi pada 2012. 

Lebih dari 700.000 Rohingya mengungsi ke Bangladesh pada 2017. Saat ini Bangladesh telah menampung sekitar satu juta Rohingya. Isu Rohingya menjadi tema utama selama empat hari pertemuan ASEAN di Thailand sejak Kamis (20/6). Sejumlah aktivis HAM menyatakan ASEAN tidak boleh terburuburu dalam repatriasi Rohingya ke Myanmar dari Bangladesh sebelum akar masalahnya diselesaikan. 

”ASEAN perlu berhenti menutup mata pada kejahatan Myanmar terhadap Rohingya dan menghentikan legitimasi untuk proses repatriasi,” ungkap Eva Sundari, anggota parlemen Indonesia dan anggota dewan Parlemen ASEAN untuk HAM, dilansir Reuters.Para investigator Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan operasi militer Myanmar pada 2017 yang memaksa lebih dari 730.000 Rohingya mengungsi ke Bangladesh itu memiliki tujuan genosida. Operasi militer itu juga diwarnai pembunuhan massal, pemerkosaan dan pembakaran desa. 

Myanmar menyangkal tuduhan itu dan menyatakan operasi militer itu untuk merespons serangan oleh kelompok pemberontak. Berbagai kelompok HAM menegaskan bahwa kondisi di Rakhine tidak kondusif bagi para pengungsi Rohingya untuk kembali dengan aman.