TEMPO.CO, Jakarta - Kasus penembakan puluhan pengunjung Terminal 21 Mall di Thailand, Sabtu kemarin, menambah daftar panjang kasus penembakan di Thailand. Thailand sendiri, menurut situs GunPolicy.Org, yang dikelola oleh University of Sydney, disebut sebagai salah satu negara dengan kasus penembakan terparah di Asia tenggara.

Berdasarkan data dari situs terkait, per tahun 2016, total ada 1729 kematian yang disebabkan oleh kasus penembakan di Thailand. Sementara itu, rata-rata jumlah korban meninggal akibat penembakan adalah 2,54 per 100.000 orang.

Dibandingkand dengan Indonesia, angka kasus penembakan di Thailand jauh lebih tinggi. Di periode yang sama, ada 1292 kasus penembakan di Indonesia yang menyebabkan kematian. Sementara itu, rata-rata angka kasus pembunuhan per 100.000 orang adalah 0,50.

Perbedaan angka tersebut semakin jauh ketika dibandingkan dengan Malaysia. Total kasus penembakan di Malaysia adalah 71 orang di tahun 2016. Adapun rata-rata angka kasus pembunuhan per 100.000 orangnya adalah 0,24.

Tingginya angka kasus penembakan di Thailand diyakini tak lepas dari mudahnya mendapatkan senjata api di sana. Mengutup situs Washington Post, untuk bisa memiliki senjata api di Thailand, yang dibutuhkan hanyalah alasan jelas, usia 20 tahun, dan tidak memiliki rekam jejak kriminal. Adapun yang masuk kategori alasan jelas untuk memiliki senjata api adalah untuk kepentingan berburu, kepentingan militer, dan pertahanan diri.

Dalam kasus penembakan di Terminal 21, yang dilakukan personil militer Jakrapanth Thomma (32), senjata yang dipakai adalah senjata-senjata yang biasa dipakai untuk keperluan militer. Salah satunya, berdasarkan keterangan di Washington Post, ada HK G3 rifle. Adapun senjata-senjata itu diambil Thomma dari kamp militer dalam perjalanannya ke Terminal 21.

Selengkapnya Tempo