Meskipun Kamboja merupakan negara agraris, namun masih mengimpor sayur dan buah dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Negara tetangga seperti Viet Nam, Thailand, dan RRT merupakan pemasok utama sayuran dan buah untuk Kamboja. Namun demikian, Indonesia patut berbangga karena salak asal Indonesia masih menjadi primadona di Kamboja.

Impor sayuran dan buah dilakukan karena beberapa faktor. Pertama, harga yang lebih murah daripada produk lokal. Kedua, pola bercocok tanam di Kamboja masih menggunakan cara tradisional sehingga hasil produksi bergantung pada musim. Ketiga, kurangnya kemampuan untuk post-harvest karena teknologi dan keterampilan masih terbatas. Keempat, sistem irigasi yang masih belum memadai. Kelima, kurangnya pasar untuk produk dalam negeri dimana sebagian besar masyarakat Kamboja lebih memilih produk impor. Terakhir, kurangnya tenaga kerja di sektor pertanian dan perkebunan khusus untuk produk sayuran dan buah-buahan. Hal ini disebabkan karena rata-rata petani memilih menanam padi, sementara itu penduduk usia muda lebih memilih untuk bekerja di pabrik dan sektor industri lainnya, sedangan sebagian besar para petani telah memasuki usia lanjut tidak dan dapat bekerja secara maksimal.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, Kamboja mengimpor 200  ton hingga 400 ton sayuran per hari dari Viet Nam, Thailand, dan RRT. Volume permintaan diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu selama musim dengan cuaca yang sejuk (November – Februari) di mana Kamboja mengimpor sekitar 200 ton/hari serta musim kemarau (Maret – Juni) dan musim penghujan (Juli – Oktober) di mana Kamboja mengimpor 400 ton/hari. Total impor tersebut diperkirakan mencapai sekitar 140.000 ton dengan jumlah US$ 200 juta per tahun.

Selengkapmya: Kementerian Luar Negeri RI