Jakarta, Indonesia – Menteri Luar Negeri RI, Retno L.P. Marsudi menyambut baik prakarsa dari ASEAN-Institute for Peace and Reconciliation (ASEAN-IPR) dalam menyelenggarakan ASEAN Women Interfaith Dialogue. Menlu Retno berharap forum ini dapat memperkuat peran perempuan sebagai agen perdamaian, toleransi dan kesejahteraan, karena beliau menyakini bahwa perempuan sebagai inti dari upaya dialog antar agama memiliki peluang besar dalam mencapai masyarakat yang inklusif dan damai. (12/11)

​​​“Sudah saatnya wanita bekerja bersama untuk membawa panji toleransi dan moderasi. Sudah saatnya bagi perempuan untuk menjadi agen perdamaian, toleransi, dan kemakmuran. Forum ini, ASEAN Women Interfaith Dialogue dapat dan harus menjadi platform untuk mewujudkan hal ini", ujar Menlu Retno dalam pesan video yang disampaikan pada pembukaan forum ini.

ASEAN-IPR menyelenggarakan ASEAN Women Interfaith Dialogue pada 12 – 13 November 2019, dengan mengangkat tema “Promoting Understanding for an Inclusive and Peaceful Society" yang merupakan hasil kerjasama ASEAN-IPR, Australia dan Asia Foundation. Forum dibuka oleh Dato Lim Jock Hoi, Sekretaris Jenderal ASEAN dan Ms. Megan Jones, Chargé D'Affaires Australia Mission to ASEAN.

Sekjen ASEAN mengapresiasi penyelenggaraan forum ini yang bertepatan dengan kepentingan ASEAN saat ini, yakni pemberdayaan wanita dan aktualisasi perdamaian dan masyarakat inklusif di kawasan. “Partisipasi aktif dalam Dialog Antaragama seperti ini menunjukkan komitmen kami untuk memberdayakan ASEAN, khususnya perempuan, dalam menyelesaikan perselisihan dan mengatasi tantangan yang ada dan sering bermunculan melalui jalur damai dengan pendekatan menyeluruh pada masyarakat", ujarnya dalam sambutan pembukaan.​

Kegiatan yang diselenggarakan di Grand Sheraton, Jakarta ini merupakan tindak lanjut dari peluncuran pool of experts – ASEAN Women for Peace Registry (AWPR) tahun lalu di Filipina, dan suatu implementasi dari ASEAN Leader's Joint Statement “Women, Peace and Security" pada tahun 2017.

Wakil Indonesia untuk ASEAN-IPR Governing Council, Duta Besar Artauli Tobing, dalam sambutannya menyampaikan perlunya pria dan perempuan untuk bekerja bersama dalam penciptaan perdamaian berbasis agama meskipun keterlibatan perempuan sering tidak terdengar. “Merupakan kesempatan istimewa bagi kami untuk memberikan ruang bagi perempuan di ASEAN, yang secara aktif terlibat dalam kegiatan pembangunan perdamaian untuk bertemu, melalui ASEAN Women Interfaith Dialogue pertama ini," ujarnya.

Dalam sesi pesan perdamaian yang disampaikan oleh Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, Ketua Konferensi Internasional mengenai Agama dan Perdamaian, berbicara tentang pengalaman Indonesia dan praktik terbaik dalam mengelola masyarakat yang sangat beragam dan majemuk, bersama dengan tantangannya. Beliau percaya bahwa perempuan memainkan peran penting dalam hal tersebut, terutama dalam mengamankan tiga pilar perdamaian berkelanjutan: pemulihan ekonomi dan rekonsiliasi; kohesi dan pembangunan sosial; dan legitimasi politik, keamanan, dan pemerintahan yang baik.

Forum yang digelar oleh ASEAN-IPR ini dimaksudkan pula untuk berbagi pengalaman dan best-practices terutama upaya menguatkan peran wanita dalam menjaga harmoni diantara masyarakat yang beragam. Selain itu, forum ini  diharapkan dapat mengidentifikasi tantangan-tantangan yang ada dan cara-cara mengatasinya demi menuju masyarakat yang majemuk, inklusif dan lebih maju.

ASEAN Women Interfaith Dialogue merupakan dialog antar agama perempuan ASEAN yang pertama di tingkat ASEAN dan turut dihadiri lebih dari 125 peserta dari berbagai organisasi dan komunitas agama, akademisi, serta think tanks dari negara-negara anggota ASEAN. Rekomendasi atau hasil dari pertemuan akan menjadi masukan bagi ASEAN.