Komisi HAM Antar Pemerintah ASEAN (AICHR) berkomitmen membantu pemerintah negara-negara ASEAN dengan proaktif menjalin kerjasama antar negara ASEAN memperkuat komitmen perlindungan kebebasan berekspresi terutama dengan pemberdayaan masyarakat sipil dengan pelibatan antar pihak (multi-stakeholder) dalam agenda perwujudan kebebasan yang berkualitas.

Dalam Dialog Tingkat Tinggi yang diinisiasi oleh Komisi HAM Antar Pemerintah ASEAN (AICHR) di Medan, 11-12 April 2018, kalangan pengambil keputusan, penyusun dan pembentuk kebijakan serta sejumlah ahli dari 10 negara ASEAN terungkap bahwa kebebasan berekspresi di Kawasan Asia Tenggara mengalami tantangan di era digital masa kini. Masalah disinformasi (termasuk hoax) yang menyebar cepat di sosial media, hambatan kebebasan beragama, dan lemahnya perlindungan bagi kelompok rentan termasuk kalangan minoritas, etnis tertentu, perempuan, anak dan penyandang disabilitas menjadi sorotan. Ujaran kebencian dan kebohongan informasi yang dilakukan kelompok-kelompok tertentu yang tidak bertanggungjawab telah merusak kebebasan berekpresi dan seringkali kurang cepat dicegah dan dihentikan, bahkan pemerintah kadang terlambat melakukan pencegahan serta menghentikan resikonya dengan berbagai alasan. Problem ini harus dipecahkan bersama antar pihak, satu sisi dengan mendorong penegakan hukum lebih tegas sambil mengedukasi publik agar tidak terjebak pada manipulasi informasi dan ujaran kebencian.

Dr. Dinna Wisnu, Wakil Indonesia untuk AICHR mengatakan “Peraturan penjaminan kebebasan berekspresi tumbuh di sejumlah negara tetapi pendekatan legalistik yang arahnya menghukum punya keterbatasan karena belum mengarah pada pemberdayaan masyarakat sipil, penguatan perlindungan untuk warganegara dan konsumen. Secara kontekstual di Indonesia, kecenderungan kerentanan kebebasan berekspresi justru terjadi pada momen-momen tertentu seperti pemilu (pilkada, pileg, pilpres). Artinya segenap pihak perlu mengantisipasi momen ini jangan dijadikan arena untuk merusak kebebasan berekspresi.”  

Edmund Bon Tai Soon, Wakil Malaysia untuk AICHR mengatakan “Pendekatan HAM perlu lebih bernuansa, memberi ruang yang maksimal untuk kebebasan berekspresi sambil memenuhi pula kebutuhan tatanan sosial, sesuai prinsip Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR)”.

Pertemuan ini diinisiasi oleh Dr. Dinna Wisnu, Wakil Indonesia untuk AICHR diorganisir bersama Edmund Bon Tai Soon, Wakil Malaysia untuk AICHR. Hadir dalam pertemuan itu perwakilan dari mekanisme ASEAN untuk informasi, SOMRI (Senior Official Meeting on Responsible Information), untuk kaum muda, SOMY (Senior Official Meeting on Youth), untuk perempuan dan anak, ACWC (ASEAN Commission for Protection and Promotion of Women and Children), UNESCO, OHCHR (Komisi HAM PBB), SEANF (Forum Komisi HAM ASEAN), ahli dan kalangan pegiat masyarakat sipil dari seluruh negara ASEAN, termasuk dari kelompok masyarakat sipil dengan status konsultatif AICHR. Dari Indonesia hadir pula Dr. Emil Dardak, bupati Trenggalek, Ibu Agung Putri Astrid Kartika, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Dr. Arie Sujito dan Dr. Najib Azca dari Universitas Gadjah Mada, Zainal Abidin dari Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan.(*)