ASEAN – Jepang Sepakat Tingkatkan Kerja Sama untuk Perdamaian, Stabilitas dan Kesejahteraan Kawasan.


Peranan positif olah raga dalam membangun perdamaian (peace building) sudah tidak diragukan lagi potensinya. Hal tersebut disampaikan oleh Benny YP Siahaan, selaku acting SOM Leader ASEAN-Indonesia saat memimpin pembahasan mata agenda Heart-to-Heart Partners pada pertemuan ASEAN–Japan Forum (AJF) ke-33 yang berlangsung di Tokyo, Jepang, 13 Juni 2018. 

“Olah Raga merupakan instrumen efektif yang mampu mempromosikan perdamaian. Hal ini dimungkinkan karena olah raga mengabaikan batas geografis dan kelas sosial. Tidak hanya itu, olah raga juga memainkan peran penting sebagai pendorong integrasi sosial dan pembangunan ekonomi dalam konteks geografis, budaya dan politik yang berbeda,” pungkas Benny.

Pada kesempatan ini, Indonesia juga menyampaikan apresiasinya terhadap dukungan yang diberikan negara anggota ASEAN dan Jepang pada pencalonan Indonesia sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB 2019-2020 sekaligus mengajak Jepang dan negara anggota ASEAN untuk terus bekerja sama dalam upaya menciptakan ekosistem perdamaian dan stabilitas global. 

Pertemuan AJF ke-33/2018 dipimpin bersama Jepang dan Brunei Darussalam selaku koordinator kemitraan ASEAN-Jepang.

Takeo Mori, Deputy Minister for Foreign Affairs/SOM Leader Jepang, dalam pidato pembukaannya menyatakan keinginan Jepang untuk terus mengembangkan kerja sama yang tangible dengan ASEAN. Sejak tahun 1973 -selama masa 45 tahun- ASEAN dan Jepang telah bekerja sama membangun kawasan yang damai dan sejahtera. Jepang juga telah menjadi mitra strategis ASEAN yang memfasilitasi pembangunan ekonomi, industri dan sumber daya manusia di kawasan.   

Memperhatikan perkembangan regional dan internasional yang penuh dengan ketidakpastian, ASEAN dan Jepang berkomitmen untuk lebih memperkuat kemitraan demi kesejahteraan bersama serta mendorong perdamaian dan stabilitas di kawasan, termasuk peran sentral ASEAN dalam mekanisme regional. 

Terkait hal tersebut, Jepang menyampaikan briefing mengenai konsep Free and Open Indo Pacific (FOIP) sebagai inisiatif Jepang dalam mengupayakan kerja sama antara negara-negara di kawasan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Jepang menilai bahwa konsep ini mendukung prinsip ‘ASEAN Centrality’ dan memandang negara negara anggota  ASEAN sebagai ‘hub’ dari samudera Hindia dan Pasifik sehingga ASEAN memiliki peran penting dalam pengimplementasiannya.  

Indonesia dalam tanggapannya menyampaikan bahwa perubahan yang cepat pada tatanan geo-politik dan geo-ekonomi di kawasan menuntut adanya kerja sama di Kawasan Asia Indo–Pasifik yang mengedepankan prinsip-prinsip keterbukaan, transparansi, inklusif dan kepatuhan terhadap hukum internasional serta mendorong kerja sama dan persahabatan. 

Kerja sama semacam ini dinilai akan menjamin perdamaian dan stabilitas di kawasan serta menciptakan kemitraan yang menguntungkan seluruh negara di kawasan. Untuk itu Indonesia memandang East Asia Summit (EAS) merupakan forum yang tepat guna membahas hal ini.

Kemitraan ASEAN dan Jepang diawali dengan dialog informal pada tahun 1973 dan berkembang menjadi kerja sama kemitraan formal pada tahun 1977. Kemitraan terus berkembang hingga pada November 2011, Jepang resmi menjadi mitra strategis ASEAN. 

Di bidang kerja sama politik dan keamanan, Jepang aktif mendukung ASEAN dalam penanganan terorisme dan kejahatan terorganisir, keamanan siber, keamanan maritim, perlucutan senjata dan non-proliferasi. Sementara di bidang ekonomi, Jepang merupakan mitra dagang ke-4 terbesar bagi ASEAN. Kemitraan ini dituangkan dalam ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) guna memperdalam integrasi ekonomi ASEAN-Jepang. Sedangkan di bidang sosial budaya, kerja sama keduanya terpusat pada peningkatan people-to-people contact.

(Dit. KS Eksternal ASEAN)